Angie Hockman: Isu Sosial dalam Novel Chicklit
Ada banyak faktor pendukung dalam memilih suatu novel untuk dibaca. Salah satunya adalah kover yang eye-catching. They say that don’t judge a book by it covers. Namun, enggak bisa dipungkiri kalau kover menarik bisa membuat jari bergerak dengan sendirinya dan memasukkan suatu buku ke dalam keranjang belanja.
Ilustrasi itu cocok untuk menunjukkan perkenalan dengan Angie Hockman. Shipped merupakan novel pertama Angie yang dibaca. Ternyata, di balik kover lucu yang cerah, ada isu sosial yang kental di dalamnya. Enggak perlu takut novelnya terasa berat, karena Angie memasukkan isu-isu serius itu dengan cara yang sangat subtle.
Then, I fall in love with her writing.
Novel Angie adalah paket lengkap. Semua checklist yang diinginkan ada dalam novel chicklit, bisa ditemukan di sini. Lovable hero and heroine, enemy to lover trope, work space trope, dan holiday. Plus, isu sosial yang diangkat Angie sebagai backstory yang memperkuat cerita.
I got shipped to her books. Let’s get to know more about Angie Hockman. And… please, read her books.
Angie Hockman Books

Awal Mula Karier Menulis Angie Hockman
Angie menyatakan pernah menjadi guru Bahasa Inggris kelas delapan di salah satu sekolah swasta di Virginia. Hal inilah yang menginspirasinya untuk mencoba story telling. Angie mengaku mulai menulis sejak dua belas tahun lalu.
“Aku mulai rajin membaca buku untuk memperkuat kemampuan menulisku. Aku mencoba menulis novel fantasi-young adult, tapi sayangnya enggak selesai,” kenangnya. Baru di 2015, setelah anaknya lahir, Angie memutuskan untuk serius menjadi penulis.
“Aku enggak mau, ketika sudah tua dan menoleh ke belakang, aku merasa, ‘coba aku…’ atau ‘kalau aja dulu mencoba…’ Aku mau berusaha dan akhirnya bertekad untuk bisa mewujudkan impianku menulis cerita yang menarik untuk dibaca oleh orang lain—cerita yang mungkin bisa membuat orang lain tersenyum, tertawa dan terkesima, mungkin juga memberikan sedikit kebahagiaan bagi mereka. Jadi, aku mengubah mindset dan menjadi lebih disiplin dalam menulis,” jelasnya.
Kalau biasanya Angie menulis kapan aja dia mau, akhirnya dia memutuskan untuk menulis setiap hari. Angie memaksa dirinya keluar dari writer’s block dan berusaha untuk bisa menulis, meski sebenarnya capek setelah bekerja atau menjaga anaknya yang masih balita.
“Sepuluh bulan kemudian, aku menyelesaikan buku pertama. Novel suspense-romance. Itu buku pertama yang berhasil kuselesaikan tapi enggak pernah dipublikasikan. Namun, buku itu membuatku bisa mengembangkan kemampuan menulis sehingga akhirnya menerima kontrak dari agen literasi dan membuka jalanku untuk menerbitkan buku. Tiga tahun setelahnya, aku menyelesaikan novel kedua, Shipped, dan diterbitkan oleh Gallery Books, imprint dari Simon & Schuster,” cerita Angie. Perjalanan yang panjang, ya!
Sebagai novel debut, Shipped ditulis dengan baik. Perkembangan karakternya sangat terasa, teknisnya terjaga. Bisa dibilang, ini debut yang kuat. “Ketika menulis SHIPPED, impian terbesarku Cuma melihat buku itu diterbitkan. Sulit untuk menembus industri penerbitan. Jadi, aku enggak mau berharap terlalu banyak. Setelah mendapat tawaran dari Gallery Books, jujur aja itu sudah melebihi ekspektasi. Aku beruntung dapat dukungan penuh dari Gallery Books. Aku juga berterima kasih pada semua orang yang mau membaca, berbagi, dan mereview bukuku. Aku senang banget dengan penerimaan ini, juga bahagia karena pembaca menikmatinya, sama seperti aku menikmati proses penulisannya,” jelas penyuka novel contemporary romance dan romantic comedy ini.
Selain menulis, Angie juga memiliki pekerjaan lain. Dia beruntung bisa mengurangi jam kerja sehingga punya banyak waktu untuk menulis. Sehingga lebih fokus, soalnya harus berbagi waktu antara menjadi ibu, menjalani kehidupan pribadi, dan bertanggung jawab terhadap rumah tangga. “Aku punya suami yang mendukung, yang selalu membantu mengurus rumah dan kadang lebih terlibat dalam mengatur rumah kalau aku sedang mengejar deadline. Keluargaku juga tinggal berdekatan, sehingga bisa membantu menjaga anakku, seperti antar jemput ke sekilah. Tanpa support system, aku enggak yakin bisa menjalani semuanya,” jelas Angie.
SHIPPED Yourself
Ketika membaca Shipped, langsung jatuh cinta pada bacaan pertama. Enggak butuh banyak alasan untuk membaca buku Angie berikutnya. Salah satunya, karena ada isu sosial dan isu perempuan yang diangkat di dalam novel itu dan disajikan tanpa terkesan menggurui. Yuk, ngobrol banyak tentang Shipped. Siap-siapa aja buat dibikin tersipu-sipu oleh Graeme.
Berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk menulis Shipped?
Angie: Sekitar tiga tahun. Aku bekerjasama dengan agen, tapi kami putuskan untuk berpisah. Dia merekomendasikanku kepada beberapa agen lainnya yang mungkin tertarik kepada Shipped. Enam bulan setelahnya, aku menandatangani kontrak dengan agenku sekarang, Jessica Watterson dari Sandra Dijkstra Agency. Jessica bekerja sama denganku sampai editing terakhir sebelum mengirimnya ke penerbit. Tiga bulan setelahnya, aku menerima tawaran dari Gallery Books.
Ada enggak inspirasi di balik tokoh Henley dan Graeme?
Angie: That’s a great question. Henley sebagian besar terinspirasi dari perempuan hebat dan ambisius yang ada di hidupku. Kedengarannya mungkin lucu, karena Henley suka membuat task list (dan dia enggak bakalan tenang sebelum semuanya di-checklist), dan itu terinspirasi dari suamiku. Dia sangat task-oriented, jadi aku mengambil aspek kepribadiannya itu. Sedangkan untuk Graeme, aku enggak punya sumber spesifik. Aku mau menulis karakter yang ‘cinnamon roll’ alias seseorang yang perhatian, baik, dan sangat peduli (plus, ganteng). Laki-laki yang enggak akan terancam oleh ambisi Henley, tapi mendukungnya dalam karier.
Di Shipped, kamu bercerita tentang pengalaman di Kepulauan Galapagos yang menginspirasi cerita ini. Bagaimana caranya memasukkan pengalaman pribadi ke dalam novel tanpa terkesan maksa?
Angie: Aku berkesempatan untuk liburan ke Galapagos di 2016 selama sepuluh hari menggunakan kapal pesiar. Aku cukup familiar dengan pulau di sana dan berkesempatan untuk merasakan kehidupan alam bebas. Aku enggak menyangka pengalaman itu sangat menyentuh secara personal. Pengalaman hiking di antara hewan endemik seperti marine iguana, snorkling bareng penguin yang cuma ada di sana, bertemu giant tortoise di alam liar dan banyak banget pengalaman liar lainnya. Hal itu membuatku merasa terhubung dengan alam dan dunia luas. Beberapa tahun kemudian, ketika aku putuskan untuk menulis enemies-to-lovers yang mengambil latar di kepulauan Galapagos, aku pun menuliskan perasaan dan pengalaman tersebut ke dalam ceritaku. Aku membaca ulang jurnal yang kutulis selama trip tersebut, melihat foto-foto da video, juga mencoba berbagi keindahan Galapagos dengan pembaca. Namun yang penting, mengajak mereka untuk iktu menjaga tempat tersebut.
Bukumu termasuk unik. Dapat idernya dari mana aja, sih?
Angie: Thank you. Inspirasi biasanya datang dari pengalaman hidup dan interaksi. Selain itu, aku seringkali kepikiran ide kecil, misalnya cerita romance di Kepulauan Galapagos, lalu bertanya ke diri sendiri, “gimana kalau karakternya bukan sedang liburan, melainkan bekerja di kapal pesiar? Gimana kalau mereka saling enggak suka? Gimana kalau mereka baru pertama ketemu di kapal? Apa yang terjadi setelahnya? Dan sebagainya.” Jadi enggak ada rahasia khusus, sih. Hanya sering-sering brainstorming, membiarkan pikiranku berkelana, mengambil inspirasi dari pengalaman, dan beberapa pertanyaan “what if?”
Share dong metode menulis Angie Hockman?
Angie: Aku seorang “plotter”, jadi aku melakukan banyak brainstorming dan membuat outline sebelum mulai menulis. Kadang, aku membiarkan karakter membawaku ke arah yang enggak terduga di tengah proses menulis. Namun seringnya, sejak awal aku sudah tahu gimana karakter ini, bagaimana perjalanan mereka menggapai keinginan, dan di mana mereka akan berakhir.
Salah satu yang menarik dari buku Angie adalah dialog antarkarakter yang fun dan menyenangkan. Apa, sih, rahasianya menulis dialog yang menyenangkan?
Menulis dialog yang menyenangkan dan menarik adalah seni. Ada banyak artikel dan buku yang memberikan saran dan tips menulis. Tips singkat yang bisa kuberikan,

Selain Shipped, Angie juga menelurkan buku keduanya, Dream On. Sesuai judulnya, buku ini mengangkat premis unik, yaitu seseorang yang hadir di mimpi, ternyata beneran ada di dunia nyata.
Dari mana, sih, datang ide menulis Dream On?
Angie: Ironisnya, Dream On terinspirasi dari mimpi. Beberapa tahun lalu, aku punya mimpi yang terasa real. Di sana, aku bertemu seseorang yang menjadi platonic soulmate, karena kita langsung nyambung saat itu juga. Begitu bangun, aku merasa bahagia karena punya seseorang seperti itu di hidupku. Detik setelahnya, aku kecewa ketika sadar itu cuma mimpi. Lalu, aku kepikiran bagaimana kalau perempuan yang bermimpi itu percaya kalau cowok di mimpi beneran ada? Apa yang akan terjadi? Bagaimana kalau mereka beneran ketemu di dunia nyara? Dari sana, Dream On pun lahir.
Di antara buku-bukumu, mana yang paling sulit ditulis?
Angie: Buku keduaku, Dream On, karena aku menulisnya selama pandemi. Mencoba menulis cerita komedi romantis di tengah pandemi ketika suasana enggak memungkinkan untuk romantis menimbulkan tantangan tersendiri. Kecepatan menulisku menurun dibanding Shipped, tapi menulis Dream On memberikan suatu pemikiran baru. Jadi, setiap kata yang ditlis memberikan alasan bagiku untuk tersenyum.
Kalau bisa memilih dari semua karakter cowok yang kamu tulis, siapa yang pengin kamu ajak kencan di dunia nyata?
Angie: Aku rasa suamiku akan marah kalau membaca jawaban ini, lol! Berhubung kita ngomongin soal karakter cowok fiktif, aku akan memilih salah satu dari Dream On (aku enggak menyebut namanya karena bisa spoiler). Aku mengagumi Graeme, dia manis banget, dan dia ada di posisi kedua.
Buku pertamamu tergolong sukses. Jadi beban untuk karya berikutnya?
Angie: Sedikit. Lebih mudah memasuki dunia penulisan sebagai penulis yang belum ada nama, karena enggak ada seorang pun yang menaruh ekspektasi. Jadi, pastinya melebihi ekspektasi semua orang. Sekarang ekspektasi itu sudah ada, jadi aku merasa sedikit tertekan karena ingin mencapai tingkat kesuksesan yang sama dengan buku sebelumnya. Mantraku adalah, fokus pada apa yang bisa aku kontrol dan abaikan yang enggak bisa dikontrol. Apakah buku selanjutnya sukses dan diterima orang banyak seperti Shipped, itu di luar kendaliku. Jadi, yang bisa aku lakukan adalah menulis cerita sebaik mungkin.
Mengangkat isu sosial dalam novel chicklit

Cerita yang dihadirkan Angie Hockman memang ringan, tapi ada isu sosial yang dihadirkan di sana. keberadaannya memperkuat backstory, juga menghadirkan karakter perempuan badass.
Di Shipped, kamu menyinggung tentang beberapa isu sosial, seperti ecotourism, global warming, dan sexism di ruang kerja. Apa ada alasan khusus di baliknya?
Angie: Aku bekerja sebagai manajer di konservasi dan program edukasi untuk kehidupan berkelanjutan di perusahaan kapal pesiar, sehingga topik seperti ecotourism, konservasi lingkungan, dan perubahan iklim sangat dekat denganku. Saat menulis Shipped, aku merasa penting untuk membawa isu ini ke dalam cerita, apalagi yang berhubungan dengan kepulauan Galapagos. Di sana, konservasi memegang peranan penting dalam kesehatan pulau, juga kehidupan alam liar di sana.
Di Shipped, kamu juga menulis tentang kesetaraan gender dan feminisme. Ada pesan khusus yang ingin disampaikan kepada pembaca?
Angie: Salah satu hal menarik dengan menjadi penulis adalah aku bisa menulis suatu tema yang sangat penting dan berharap cerita tersebut bisa merefleksikan kehidupan dan pemikiran pembaca. Dengan mengangkat tentang sexism di tempat kerja seperti di Shipped, aku ingin agar perempuan yang membaca ceritaku dan mempunyai pengalaman yang sama tahu kalau mereka enggak sendiri dan semoga mereka bisa merasa empowered sehingga berani untuk stand up dan mengubah keadaan. Aku rasa penting untuk mengambil inspirasi dari apa yang terjadi di kehidupan nyata, karena seni merepresentasikan hidup. Jika ada perempuan yang merasa sama seperti Henley atau merasa lebih kuat sehingga berani bertindak dan mengubah hidupnya, jadi misiku tercapai.
Menurutmu, penting enggak memasukkan isu sosial untuk melengkapi sebuah novel chicklit yang ringan dan menyenangkan untuk dibaca?
Angie: Menurutku, tergantung pada orangnya. Ada yang menyukai cerita ringan, tanpa ada tendensi apa-apa, sehingga fokus pada kisah cinta saja. It’s okay. Namun, ada juga orang lain, aku misalnya, yang lebih memilih cerita yang mengangkat isu sosial dalam hidup di samping kisah cinta. Aku menulis cerita yang aku sendiri suka membacanya, tapi pada akhirnya yang terpenting adalah tulis apa yang ingin kamu tulis. Setiap buku akan memiliki pembacanya sendiri.
Salah satu yang membuatku kagum adalah karakter cewek yang kuat dan keren. Misalnya Henley. Apa ada pesan khisus yang ingin kamu sampaikan lewat karakter tersebut?
Angie: Aku suka banget menulis karakter perempuan yang kuat dan Cerda, karena aku berharap bisa menginspirasi perempuan lain, terutama perempuan muda, yang membaca bukuku untuk menjadi “Henley” atau “Cass” dengan caranya sendiri. Kamu bisa melihat dirimu sendiri dan bertanya apa yang membuatmu bahagia? Berjuang untuk dapat promosi. Stand up fpr yourself dan perjuangkan apa yang menurutmu benar. Jangan takut untuk mengejar tujuan dan mimpimu. Terbuka untuk cinta yang datang. Kelilingi dirimu dengan teman-teman yang suportif dan saling mendukung. Pastinya, nikmati setiap momen dalam hidupmu.
Ada enggak isu lain yang pengin kamu tulis dalam cerita berikutnya?
Angie: Ada, jadi tunggu saja. Kamu harus membacanya untuk tahu.
Bagaimana cara memasukkan isu sosial ke dalam cerita tanpa terkesan menggurui?
Angie: Buatlah seorisinal mungkin dan pilih isu yang dekat dengan karaktermu serta mendukung perjuangan mereka. Pembaca enggak akan suka digurui, jadi berhati-hatilah dalam menulis. Salah-salah malah terkesan ceramah. Selama isu tersebut terkait dengan cerita, karakter, dan motivasi mereka, kamu bisa memperkenalkannya secara tersirat di dalam cerita.
Ada yang ingin disampaikan buat pembacamu, khususnya dari Indonesia?
Angie: Thank you, thank you, thank you for reading. Aku sangat berterima kasih pada pembaca di seluruh dunia. Aku bersyukur, di tengah lautan buku-buku bagus, kamu memilih bukuku. Aku harap, ketika membaca bukuku, kamu bisa tersenyum, tersentuh, dan bahagia.
Kasih bocoran dong soal proyek beriktunya?
Angie: Aku sedang menulis buku, masih cerita komedi romantis. Belum ada kontrak yang mengikat jadi aku belum bisa berbagi banyak. Kalau kamu ingin cerita dengan karakter cewek yang kuat, gigih, dan berapi-api, serta karakter cowok cinnamon roll, serta adu dialog yang menyenangkan, persahabatan antar perempuan, dan lokasi yang fun, jangan sampai ketinggalan.
Angie’s Recommendation

Angie’s Must Fave Read Authors

Ahhh setuju banget sama paragraf pertama. Aniway, kakk aku belum pernah baca karya Angie Hockman, tapi setelah baca artikel ini tertarik buat baca. Sayang aja aku blm terlalu bisa english😂