Pradnya Paramitha: Rahasia di Balik Dapur Penulis, Ide Random dan Isu Sosial Penggerak Cerita
Bisa dibilang, hampir setiap tahunnya Pradnya Paramitha melahirkan cerita baru. Baik di platform menulis online atau terbit dalam bentuk cetak. Menjelang akhir 2022 saja, ada dua cerita on going dari Pradnya yang bikin geregetan, Parafrasa Rasa dan Yang Kuingat Darimu dan Hari-hari Lalu (seriously tho’ I adore her ways to make a title in Bahasa Indonesia. Poetic and sweet).
Di 2022, Pradnya juga merilis versi cetak dua novel sekaligus, yang sebelumnya sudah dipublikasikan secara online, yaitu Ruang Temu Rasa dan Di Mimpi Tempat Kita Bertemu. Sudah punya bukunya, tapi belum sempat membacanya. My bad, he-he.
Meski menyebut dirinya sebagai penulis mager, tapi Pradnya sendiri cukup produktif. Tentunya, pace setiap penulis dalam menulis berbeda satu sama lain. Meski harus menunggu berbulan-bulan, her works are worth to wait.
Pernah enggak bertanya-tanya, dari mana ide tersebut muncul? Kali ini, kita ulik bareng-bareng di balik proses kreatif seorang Pradnya Paramitha.
Eits … sebelumnya baca dulu obrolan seru tentang awal mula Pradnya Paramitha menjadi penulis, juga pandangannya tentang penulis baru yang lahir dari platform online. Baca di sini.
Back to basic, sebenarnya kepikiran ide cerita dari mana aja, sih?
Pradnya: Jujur aja, seringnya ideku itu muncul dari hal-hal sepele dan keseharian. Misalnya kayak novel Two-Faced, itu idenya muncul saat aku makan di kantin bareng teman-teman. Kebetulan teman-teman kerjaku kebanyakan cowok, dan aku tahu bisa “seaneh” apa obrolan mereka kalau lagi ngumpul. Dari situ aku kepikiran, gimana kalau cewek atau pacar mereka denger obrolan ini? Maka munculah ide dasar dari TF.
Kadang ide juga muncul saat lihat scene di novel atau di film. Misalnya novel Di Mimpi Tempat Kita Berjumpa, idenya muncul saat aku baca novel Jonathan Stroud yang berjudul The Leap. Di sana, tokohnya mencatat mimpi-mimpi yang dia alami di jurnal mimpi. Nah, dari situ aku terpikir untuk melahirkan sosok Aurora Monika dan plot DMTKB.
Lalu novel Baby Without Daddy, idenya muncul saat aku nonton series Ugly Betty. Di sana ada tokoh figuran yang namanya Max dan Amanda. Max ini gay sedangkan Amanda cewek seksi. Mereka sahabatan dan jadi partner in crime, dan mereka juga suka lebay dan suka ngobrol random enggak jelas gitu. Nah, di satu scene enggak jelas mereka, Amanda dengan semangat manggil Max, dan Max nggak kalah antusias mendekat sambil nanya “Kenapa? Kenapa? Kau mau aku jadi ayah bayimu?”. Dari situlah aku terpikirkan sosok Sabda dan Mentari.
Kadang ide muncul dari obrolan orang-orang sekitar, atau isu-isu yang sedang viral. Kadang dari lagu, kadang dari lihat kejadian random di tempat umum, bahkan kadang dari mimpi. Hahahah aneh, ya? Tapi bener lho. Intinya, aku cenderung lebih tertarik pada hal-hal sederhana yang kejadian di sekitarku untuk mengangkatnya menjadi ide cerita.
Read More